WELCOME....

Ketidaksempurnaan hutan di lereng gunung menjadi pemandangan yang indah karena dilihat dari kejauhan. Ketidaksempurnaan manusia pun menjadi indah kalau kita bersedia menciptakan "jarak", agar jelas perbedaan antara engkau dan aku. Allah pun membuat "jarak" dengan manusia, yakni dengan menganugerahkan kehendak bebas untuk mengasihi, bukan untuk berbuat dosa! Jarak yang dibangun menuntut resiko ditolak

Jumat, 20 Agustus 2010

ROMO BLASIUS SLAMET YANG KUKENAL



Ditulis Oleh paulus suminarto   

Image















 

Mgr Julianus Sunarka memimpin misa requiem.


Yayasan. Suasana duka terasa dalam Perayaan Misa Requiem untuk mendoakan jenasah Romo Blasius Slamet Lasmunadi Pr. Misa Requiem yang dipimpin langsung oleh Mgr Julianus Sunarka didampingi oleh Pst Siswantoko, Pr (Pastor Paroki Katedral) dan Pst Boni Abas (Pimpinan Dekanat Tengah) dihadiri oleh para pastor, rohaniwan-rohaniwati, umat yang berasal dari dalam dan luar kota, serta banyak  para pelajar dari SD-SMP-SMA Bruderan dan SMP Susteran, sehingga tidak tertampung seluruhnya di dalam gedung gereja. Di awal misa, Mgr. Julianus Sunarka mengingatkan pentingnya bersyukur atas usia yang diberikan karena kita memiliki waktu untuk menyempurnakan diri. “Kenapa Saya, Romo Yohanes, Romo Carolus, Romo Hadi, Romo Kirdi yang sudah tua-tua ini bukan yang dipanggil Tuhan? Apa artinya?” tanya Monsignour dalam kata pembukaannya.
Image
Romo Blasius Slamet saat misa di salah satu lingkungan.

Lebih jauh dalam kotbahnya, Bapak Uskup Purwokerto itu mengungkapkan keteladanan dari Pribadi Romo Slamet yang perlu direnungkan bersama. Ada tiga hal – menurut Mgr Sunarka - yang patut diteladani dari Romo Slamet ini. Pertama, Romo Slamet adalah teladan bagi orang yang tidak pernah mundur dalam menggapai cita-cita. Berulang kali Romo Slamet gagal melanjutkan studi imamatnya selama di seminari. Namun, dia tidak pernah mundur, bahkan terus berusaha dan akhirnya tercapai. “Uskup Paskalis yang mau menerimanya bisa dikatakan menjadi titik terang bagi Romo Slamet.” kata Mgr Sunarka. Kedua, Romo Slamet adalah teladan dalam ketaatan dan kesetiaan melaksanakan tugas perutusanya. “Romo Slamet melaksanakan tugas itu dengan memanggul salib yang berat. Tidak jarang ia berbicara dengan saya secara pribadi akan arti pentingnya tugas yang Saya berikan untuk mewartakan kabar gembira. ” kata Uskup.  Ketiga, teladan dalam perjuangan seorang imam dalam menghayati selibat/kemurnian yang memang tidak mudah, karena harus selalu berusaha menolak hawa nafsu.

Image

Anak-anak SMP Susteran bersiap mengikuti misa requiem didampingi Sr Renildis, OP dan bapak Ibu guru.

Kepergian Romo Slamet meninggalkan duka bagi semua yang mengenalnya. Ia adalah sosok pribadi seorang imam yang sederhana dalam sikap, rendah hati, dan tulus dalam pergaulan dengan siapapun juga. Hal ini terungkap dari pengalaman Mrs. Irma – salah seorang guru TK St Yosep – yang beberapa hari yang lalu menceritakan pengalamannya kepada redaksi. “Saya kenal Romo Slamet, sejak Beliau masih frater. Tahun 2000, ketika Pelayanan di Stasi Kaliurang, Purbalingga,  menjadi tempat saya berjumpa dengan Romo yang pertama kali. Meski, pertemuan di Purbalingga itu hanya beberapa bulan saja, saya melihat Romo sesekali merasakan sesak nafas, saat memimpin ibadat.  
Image
Romo menerima persembahan anak-anak.
  
Beberapa tahun kemudian setelah tidak bertemu, saya bertemu lagi di stasi yang sama pada bulan April. Namun, saat itu Romo Slamet sudah berubah sekali. Badannya bertambah gemuk. Beliau memimpin misa dengan bersemangat, meski tidak mengenakan sepatu atau sandal. Seusai misa di sakristi, Beliau mengatakan bahwa kakinya sakit sekali, kalau memakai sepatu atau sandal. Itu semua, karena serangan asam urat dan kolesterol yang sangat tinggi.
Yang paling mengesan bagiku adalah semangat dan kesetiaannya untuk memimpin misa dalam keadaan sakit. Sesekali saya melihat tangannya menahan berat tubuhnya di meja altar. Keringatnya selalu bercucuran, sehingga Beliau harus membawa sapu tangan sampai empat buah. Tulisan-tulisannya di facebook sangat bagus. Bukan hanya karena saya dapat chating, melainkan juga karena renungan yang dituliskan Romo sering menjadi inspirasi batinku setiap hari.
Selamat jalan Romo Slamet! Dalam sakitMu, Engkau tetap setia untuk bekerja dan memberikan pelayanan pada Tuhan dan Umatnya. Terimakasih.” tutur Mrs Irma mengenang sosok Imam yang dikaguminya.
Image
Romo Blasius memberkati anak-anak dalam misa Pesta Santo Dominikus 8 Agustus 2009.

Tidak ada komentar: