WELCOME....

Ketidaksempurnaan hutan di lereng gunung menjadi pemandangan yang indah karena dilihat dari kejauhan. Ketidaksempurnaan manusia pun menjadi indah kalau kita bersedia menciptakan "jarak", agar jelas perbedaan antara engkau dan aku. Allah pun membuat "jarak" dengan manusia, yakni dengan menganugerahkan kehendak bebas untuk mengasihi, bukan untuk berbuat dosa! Jarak yang dibangun menuntut resiko ditolak

Senin, 30 Agustus 2010

Kenapa aku disebut "duri"?

oleh Blasius Full pada 23 April 2010 jam 8:03


http://www.shanyahampath.org/wp-content/uploads/2010/01/garden-rose-thorn-300x300.jpg

Apakah karena unjungku lancip dan tajam?
Mengapa banyak orang menghindari diriku?
Padahal, mereka terluka, kalau dengan keras menyentuhku,
tapi kalau lembut juga nggak akan terluka!
Kalau aku tidak menempel dan bersatu dengan tangkai mawar,
aku juga tidak bisa tegak lalu melukai kulit manusia!
Tapi begitukah nasibku sebagai duri,
yang selalu disingkiri karena kehadiranku saja sudah mengancam orang.
Padahal tidak seberapa lukanya kalau tersentuh diriku, orang sudah mabuk kepayang kesakitan.

Aku ragu, bahwa diriku disebut duri, kalau sudah lepas dari tangkai mawar, apalagi kalau dengan pisau tajam aku dibersihkan dari tangkai itu karena aku dianggap pengganggu dan pembuat luka tangan-tangan yang mau menikmati harumnya sekuntum mawar merah!
Coba kalau tidak ada durinya, sudah banyak orang yang memetik bunga, bahkan sebelum mekar sekalipun. Untung ada aku, yang menjaga, agar orang tidak begitu saja memetik dan memotong tangkai ini.

Lagi-lagi, aku mesti bercermin diri, namanya juga sudah duri, lancip dan tajam!
Aku mesti tahu diri, bahwa diriku entah ada atau tidak sudah dihindari orang.
Repotnya, aku prihatin kalau banyak orang sekarang melihat kawan lain itu bagaikan "duri", seperti diriku. Kalau ada teman yang sudah tidak menyenangkan, sudah tidak bisa diajak kerjasama, mudah protes, teman teman itu lalu dianggap "duri duri" dalam komunitas yang mesti disingkirkan!

Aku heran, apakah mereka yang menyingkirkan pernah berterima kasih bahwa orang orang yang dianggap sebagai "duri duri" dalam komunitas, justru merekalah yang sebenarnya mendidik temannya jadi dewasa, jadi kreatif dan berpikir jauh lebih visioner. Meski cara mereka mendidik itu mungkin tidak menyenangkan, tapi "namanya duri" itu membuat orang tertantang maju!

Begitulah hidup ini kenyataannya.! Aku pun sebagai "duri" hanya bisa mengatakan, bisa jadi aku keliru, harus kuakui, kehadiranku tidak membuat orang lain nyaman. Aku berharap pada Tuhan saja, yang mau menerima diriku, kekuranganku, syukurlah kalau orang tertantang karena kehadiranku, tapi minta maaf kalau kehadiranku, sebagai duri ini juga mengganggu kenyamanan saudaraku!

Tuhan, jadikanlah aku tahu diri, bahwa kerap kali aku jadi duri bagi orang lain! Namun, kalau ada duri dalam kebersamaan dengan orang lain, aku tidak akan menyingkirkan duri duri itu!



Tidak ada komentar: