WELCOME....

Ketidaksempurnaan hutan di lereng gunung menjadi pemandangan yang indah karena dilihat dari kejauhan. Ketidaksempurnaan manusia pun menjadi indah kalau kita bersedia menciptakan "jarak", agar jelas perbedaan antara engkau dan aku. Allah pun membuat "jarak" dengan manusia, yakni dengan menganugerahkan kehendak bebas untuk mengasihi, bukan untuk berbuat dosa! Jarak yang dibangun menuntut resiko ditolak

Jumat, 20 Agustus 2010

Makan Bersama

Posted by andrie in Rm. Blasius Slamet Lasmunadi Pr on 02 3rd, 2009


Hari Minggu siang yang lalu, Trimbil dan isterinya berkunjung ke rumah Panurata. “Thok-thok-thok….” Trimbil mengetuk pintu rumah sahabat karibnya sejak SD Wara Wiri di Kutoageng. “Mangga, mangga….Waah…janur gunung Mas….!”sapa Panurata dengan penuh senyuman menerima tamunya, yang datang jauh jauh dari tetangga desa Wara Wiri. “Iya Mas, ini kebetulan kan minggu, apa salahnya kami berkunjung!” balas Mas Trimbil. Lalu Judesanti, isteri Panurata pun ikut keluar, “Weeeelaaah…Jeng Jerawati …tumben…kumaha damang?” Jerawati pun membalas dengan logat Sundanya, “Pangestu, Jeng.! Ngomong-ngomong, kita pakai Indonesia saja ya…kasihan Mas Trimbil dan Panurata nanti tidak tahu bahasa kita..ha ha ha…! Mereka mah jawa pisan..!” Panurata, tuan rumah agak tidak terima, “Iye iye….kita mah masih Jawa tulen…masih tinggal di Jawa eh…ngatain kita Jawa banget…yeeee!!” Mereka berempat pun lalu tertawa bersamaan. Lalu Panurata tiba-tiba mengajak mereka makan, “Yuk kita ngobrol sambil makan saja…! Ibu sudah menyiapkan Ayam kampung rasa jahe..!” Trimbil dan isterinya saling berpandangan, “Haah..ayam jahe?” Judesanti memandang Trimbil dan isterinya yang kelihatan heran…”Kok makan ama ayam jahe?” Trimbil pun memberanikan diri bertanya, “Mas Panu, bener tuh ayam dimasak pakai bumbu jahe saja…? Mas Panu tidak mau menjawab, tapi melempar pada isterinya, Judesanti, “Bu, tolong dijelaskan…siapa tahu mereka akan buat ayam jahe juga..lho nanti dan kita tinggal makan he hehe”.”Iya Mas,” seru Judessanti “Begini lho, resep membuat ayam jahe.
“Ayam jahe ini ayam kampung biasa. Setelah dicuci dibersihkan lalu dikeringkan di atas api sebentar. Enaknya pakai api arang, tapi ya…kalau mau praktis…pakai api kompor gas juga boleh deh..daripada pakai kompor minyak..kan minyaknya dah habis…!”…Lalu setelah nggak basah, ayam ini direndam dengan arak merah, terbuat dari sari tape ketan. kira kira…sampai 3 perempat botol…nah satu ayam sedang ini diberi bawang putiih 10-15 siung besar, yang ditumbuk kasar. Setelah itu berilah jahe 3 potongan besar, tapi jahe itu dibakar dulu, biar keluar minyaknya.! Kalau mau sedap lagi, berilah 3-5 potongan pangkal serai yang sudah ditumbuk kasar. Setelah itu, taruhlah ayam yang direndam arak itu dengan bumbu tadi, tempatkan di panci kecil atau mangkok besar, dan kukuslah sekitar 45 menit. Setelah itu angkat lalu makanlah dengan sambal kecap ..!”
Panurata pun lalu menyahut, “Nah, setelah mendengar penjelasan juru masak kita, kita cicipi ya..” Trimbil pun lalu menyela, “Mas, doa dulu dong!” Dengan sigapnya Judesanti pun lalu tanggap, “Iya Pak …lupa neh…mari kita berdoa,”Tuhan terimakasih atas perjumpaan kami siang ini, berkatilah makanan ini agar menguatkan kami untuk memuliakan nama-Mu. Demi Kristus pengantara kami!” Lalu mulailah mereka makan bersama.
Di tengah makan, Trimbil pun membuka pembicaraan, “Wah..Mas Panu, ternyata enak juga ya masakan isterimu…meski daging ayam ini tidak asin, tapi rasanya ehmm panas jahe dan nikmat ..! Jerawati pun tidak kalah memuji Judesanti, “Wah…enak pisaaan…!” Judesanti tersenyum bangga, “Iya makasih lho pujian Mas Trimbil dan Jeng Jerawati..saya jadi maluuu, tapi biasa saja kok!” Panurata pun menyela, “Inilah namanya makan bersama, kan?” Trimbil pun tidak begitu saja mengiyakan, “Lho,kita kan sudah makan bersama…lha biasanya…apa kita nggak makan bersama? Apa bedanya di sini dan di rumah sendiri? Apa bedanya makan dengan keluarga sendiri dan dengan keluarga orang lain?” Jerawati mulai mencoba berpendapat, “Gini lho,Mas, maksudnya, makan bersama itu ya pasti gembira, apapun yang kita makan ini sederhana, tapi hati ikut bergembira…! Coba kalau kita makan di rumah, kan kita sering diam, dan jarang tertawa seperti sekarang, kan?” Trimbil melotot, ‘Wah…jangan buka kartu gitu dong..itu rahasia keluarga!” Jerawati nggak mau kalah, “Pak, mumpung ada contoh yang baik bagaimana makan bersama…kan kita bisa juga makan bersama dengan gembira!” Panurata pun ikut tersenyum, “ya sudah, kok malah perang dunia, nanti saja di rumah kalau mau perang dunia he he he!” Judesanti juga mulai menambah pendapat Panurata, “Begini lho, kita itu berusaha gembira, karena ya…ini semua kan rejeki dari Tuhan, Pak, makin sederhana kita memasak, makin kita merasa hidup itu penuh anugerah, tapi kalau kita pinginnya masak yang bumbunya serba enak, lha nanti kan kita malah nggak bisa gembira.!” Trimbil lalu menyahut, “Bener Jeng, nanti saya coba akan bergembira kalau makan bersama dengan isteriku tercinta ini, karena yang masak bukan tetangga sebelah, tapi karena isteriku! Panurata mengiyakan, “nah begitu dong…jadi bergembiralah waktu makan bersama, jangan dilihat sayurnya, tapi siapa yang diajak makan, dan siapa yang mempersiapkannya…!
Tanpa terasa, mereka sudah kekenyangan makan siang, apalagi ada es buah. Tapi waktu sudah jam tiga siang. Trimbil pun mulai pamitan, “Mas Panu dan Jeng Judes, kami mau pamit, terima kasih sudah bisa makan bersama dengan gembira, dan yang penting dapat resep baru..ayam jahe..!” Mas Panu pun membalas, “Iya terima kasih banyak sudah berkunjung, saya pun jadi ikut gembira…padahal tadi pagi baru saja isteri saya ini marah marah!” Judesanti lalu menyela, “Wah…Mas..jAwas! Jangan memulai peperangan!’ Pak Trimbil dan Jerawati tertawa mendengarkan omongan Juedesanti, “Jeng Judes lho, aya aya wae!” Panurata hanya tersipu sipu malu, “Begitulah, isteri saya ini..pinter masak sih, tapi…” Trimbil lalu jadi penasaran, “Tapi apa to….?” Jerawati menepuk punggung suaminya, “Sudah Pak, nggak usah ingin tahu…rahasia keluarga !!” Panurata dan Judesanti hanya tersenyum..! Mereka pun berjalan sambil keluar jalan mengantar tamu mereka
Minggu itu, berakhir dengan kegembiraan untuk keluarga Trimbil Jerawati dan Panurata Judesanti. Moga moga makan bersama memang menjadi kegembiraan bukan tekanan!

Tidak ada komentar: