WELCOME....

Ketidaksempurnaan hutan di lereng gunung menjadi pemandangan yang indah karena dilihat dari kejauhan. Ketidaksempurnaan manusia pun menjadi indah kalau kita bersedia menciptakan "jarak", agar jelas perbedaan antara engkau dan aku. Allah pun membuat "jarak" dengan manusia, yakni dengan menganugerahkan kehendak bebas untuk mengasihi, bukan untuk berbuat dosa! Jarak yang dibangun menuntut resiko ditolak

Kamis, 19 Agustus 2010

Bagaimanakah kita berbahasa cinta yang benar?

oleh Blasius Full pada 22 Mei 2010 jam 13:07
http://catholicdesignco.com/yahoo_site_admin/assets/images/pentacost.45181847.jpg
Alkisah ada seorang pertapa yang mau berbaik hati pada seekor kepiting yang tidak bisa keluar dari panci karena dinding panci itu licin. Melihat kepiting yang lagi naik turun kelelahan, pertapa itu menjulurkan jarinya ke kepiting itu. “Aduuuh!!” jerit pertapa itu kesakitan, karena kepiting yang ditolong itu malah menjepit jarinya sampai berdarah. Akhirnya dengan susah payah tangannya digoncangkan sekeras-kerasnya sampai kepiting itu melepaskan jepitannya dan terhempas di tanah. 
Kesulitan hidup bersama biasanya terletak bukan karena kita tidak tahu dan tidak mengenal perbedaan satu dengan yang lain, tetapi terletak pada ketidakmampuan kita untuk “berbahasa cinta”. Kerap kali kita ini sulit untuk menjadi pribadi yang belajar “menawarkan”, apa yang bisa dibantu. Pertapa tadi begitu saja mengulurkan jarinya untuk menolong kepiting, ternyata malah dijepit sampai berdarah. Begitulah juga kita ini kerap kali tidak mudah untuk diperhatikan orang lain. Perasaan yang muncul pertama kita ini malah curiga dan penuh prasangka kalau orang mulai berbuat baik kepada kita. Bagaimanakah kita berbahasa cinta yang benar?

Bahasa cinta yang benar terjadi pada saat Pentakosta, saat Roh Kudus dicurahkan kepada para Rasul sehingga dalam perbedaan bahasa, mereka pun tetap saling mengerti. “Baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah." (Kis 2:11) Inti bahasanya bukanlah bahasa persaingan, “Aku punya uang banyak, rumah & mobil mewah, aku pejabat, lho! Aku bersyukur, bahwa aku tidak menjadi orang miskin, bukan pezinah, bukan perampok & bukan pengkhianat, dsb!” Akan tetapi inti bahasa cinta mereka, “mewartakan perbuatan besar yang dilakukan Allah, yakni Yesus bangkit & Ia hidup kini dan selamanya!” 
Para rasul sanggup berbahasa cinta yang benar karena Roh Kudus yang diterimanya bagaikan lidah-lidah api! Roh itulah yang dijanjikan Yesus. Roh itu membuat mereka sanggup mewartakan baik dalam kata maupun perbuatan: mewartakan Yesus yang hidup dengan melaksanakan kewenangan yang diberikan: mengampuni dosa orang. Itulah kewenangan yang diberikan kepada Gereja juga, kita semua orang beriman. Itulah tugas pokok perutusan kita di hari Pentakosta ini: bersaksi kepada dunia untuk mengampuni seperti Allah mengampuni dosa kita. Itulah kewenangan yang membuat “Damai sejahtera tinggal bersama kita!” 

Doa
Allah Bapa, curahkanlah Roh Kudus-Mu agar kami mampu mengampuni sebagaimana Engkau telah mengampuni dosa kami, agar mereka pun mengalami kedamaian-Mu yang sejati. Amin 

Tidak ada komentar: