WELCOME....

Ketidaksempurnaan hutan di lereng gunung menjadi pemandangan yang indah karena dilihat dari kejauhan. Ketidaksempurnaan manusia pun menjadi indah kalau kita bersedia menciptakan "jarak", agar jelas perbedaan antara engkau dan aku. Allah pun membuat "jarak" dengan manusia, yakni dengan menganugerahkan kehendak bebas untuk mengasihi, bukan untuk berbuat dosa! Jarak yang dibangun menuntut resiko ditolak

Sabtu, 28 Agustus 2010

Ingankah engkau membaca tulisanku?

Sun, August 16, 2009 6:17:30 PM

Saudaraku,

Inginkah engkau membaca tulisanku? Kalau engkau ingin membaca tulisanku, kenapa ya? Apakah karena engkau pernah bertemu denganku? Pasti dari antara sekian banyak orang di milis sebagian besar justru belum pernah bertemu, kecuali menemui di layar monitor! Kalau belum pernah ketemu, lantas apakah tulisanku akan menarik untuk dibaca? Atau masihkah tulisanku bisa menarik dibaca bila engkau pernah ketemu dengan diriku, dan ternyata tahu siapa aku, dengan segala kelemahan yang kumiliki, (kelebihan belum tentu ada)? Bisa jadi tulisanku memang tidak menarik bukan? Entah kita pernah ketemu atau tidak? Lantas apa yang paling menentukan agar tulisanku itu menarik untuk engkau baca?

Saudaraku,
Aku bertanya padamu, masihkah engkau berharap bahwa tulisanku menarik? Dalam mimpiku aku bertemu denganmu. "Met, aku tertarik membaca tulisanmu, kalau yang engkau tulis, bukanlah sekedar pikiran dan perkataanmu, tetapi hidupmu itu sendiri! Hidupmu, apapun adanya, yang realistis, entah itu kelemahanmu, kegagalanmu, saat saat frustrasi, saat saat bosan dan jenuh, itulah yang menarik untuk "dibaca".

Saudaraku,
Kalau begitu, apa artinya "hidup yang dibaca"? Engkaupun menjelaskannya padaku, "Met, ..hidup yang dibaca itu, adalah hidup yang dipertanyakan, bukan soal kamu salah atau benar, bukan soal baik atau jahat, melainkan hidup dipertanyakan agar engkau tahu di manakah engkau kini berada? Apakah engkau sekarang berada di jalur yang benar, atau jangan jangan tanpa kausadari, engkau sudah berada di jalur yang keliru! Bila jalur hidup yang engkau lalui sedang keliru, janganlah menyesali keputusan yang sudah engkau buat, tetapi janganlah malu untuk membuat keputusan yang baru, "berbaliklah" dan buatlah keputusan untuk memilih jalur yang benar!

Saudaraku,
"Jalur yang benar" itu sebenarnya seperti apa konkretnya?" . Jalur yang benar itu seperti kereta api yang melaju tepat di atas bantalan rel. Kereta Api itu harus berjalan dengan kecepatan yang teratur dan tidak boleh melebihi batas kecepatan. Kalau melebihi batas kecepatan, roda-roda besi kereta api itu akan "keluar dari rel" alias "anjlok", lalu gerbong bisa terguling, dan tidak lagi terhindarkan penumpang bisa terluka, atau bahkan tewas, dan besarlah kerugian materialnya. Itulah artinya, kalau engkau yakin sedang berada di jalur yang benar, janganlah terlalu yakin, karena pemahaman tentang dirimu sendiri itu terbatas. Engkau tidak mengenal dirimu seluruhnya, melainkan hanya sebagian saja. Siapakah yang mengenal dirimu seluruhnya?

Saudaraku,
"Mengenal diri seluruhnya" itu berarti kesediaan untuk menyingkapkan luka batin, kelemahan, kegagalan, trauma, meskipun juga mengenal diri berarti kerelaan untuk mengakui ada banyak ambisi ambisi yang tidak sehat: tidak mau repot, mau menangnya sendiri dan mengontrol orang lain, maunya dikatakan hebat dan istimewa. Mengenal diri itu tidak bisa dengan "jerih payah pemikiran akal budi saja", melainkan mengenal diri hanya mungkin kalau engkau mengenal "Siapakah Allah yang mengasihimu! " Itulah inti kebenaran hidup sejati: mengenal siapakah Allah yang hidup dalam dirimu dan mengasihi engkau tanpa batas! Allahmu tidak pernah bosan dan jenuh untuk memberimu kepercayaan: agar engkau mampu menggunakan kehendak bebasmu demi kepentingan kerajaan-Nya.

Saudaraku,
Bagaimanakah kita mengenal "Allah" agar kita mampu mengenal diri? Allah dikenal kalau engkau setia mendengarkan suara Sabda-Nya saat engkau membaca Kitab Suci, saat engkau merayakan Ekaristi, namun juga saat engkau mau mengasihi sesamamu sampai berani kehilangan nyawamu. Tidaklah cukup mengenal Allah dengan berdoa, melainkan pula mesti kita berperan sebagai "nabi" yang mendengarkan sabda-Nya, dan menjadi "raja" yang mau melayani dengan murah hati untuk orang yang berada dalam kesulitan hidup. Dalam tindakan itulah engkau semakin mengenal diri: meski hidup kita terpecah, namun kita dipercaya Allah untuk menjadi "citra-Nya", menjadi representasi cinta Allah di tengah dunia, agar dunia makin manusiawi.

Saudaraku,
Terima kasih, engkau telah membuka wawasanku, bahwa "hidup" tidak sekedar dijalani, melainkan "hidup itu mesti dibaca" agar kita tahu arahnya...dan akhir tujuannya.Itulah tanda tanda orang yang memiliki "kemerdekaan sejati": berani hidupnya dibaca, tidak hanya dirinya sendiri, namun juga dibaca orang lain, bahkan oleh dibaca oleh Allah sendiri.

Warm regards!


write an serayunet-net@yahoogoups.com, 
email: lasmunadi_17_pr@yahoo.com

Tidak ada komentar: