WELCOME....

Ketidaksempurnaan hutan di lereng gunung menjadi pemandangan yang indah karena dilihat dari kejauhan. Ketidaksempurnaan manusia pun menjadi indah kalau kita bersedia menciptakan "jarak", agar jelas perbedaan antara engkau dan aku. Allah pun membuat "jarak" dengan manusia, yakni dengan menganugerahkan kehendak bebas untuk mengasihi, bukan untuk berbuat dosa! Jarak yang dibangun menuntut resiko ditolak

Minggu, 29 Agustus 2010

Riyanto, Si Pendiam Yang Turut Membawa SMA St. Agustinus Juara I Rata-rata Nilai Kimia se-Kabupaten Purbalingga

oleh Blasius Full pada 06 Mei 2010 jam 23:40

http://keuskupan-purwokerto.net/files/riyanto.jpg


Kesan pendiam dan pemalu sudah langsung tertangkap ketika pertama kali bertemu dengannya di ruang tamu SMA St. Agustinus Purbalingga, Sabtu (1/5). Tinggi kurus dengan rambut ikal pendek, lengkap dengan seragam batik khas SMA St. Agustinus Purbalingga, dialah Riyanto, peraih nilai rata-rata tertinggi di SMA-nya dan salah satu siswa yang andil menjadikan SMA St. Agustinus Juara I Rata-rata Nilai Kimia se-Kabupaten Purbalingga yaitu 8,21. Riyanto sendiri memperoleh nilai Kimianya 9,5.

Prestasi tersebut bertambah kemilau lagi, karena seluruh kelas XII IPA di SMA St. Agustinus Purbalingga lulus Ujian Akhir Nasional yang diumumkan minggu kemarin. Sebuah prestasi yang sangat membanggakan, karena banyak pihak yang sampai saat ini memandang sebelah mata terhadap SMA ini dan murid-muridnya.

Riyanto sendiri bukan berasal dari keluarga yang mampu, kedua orangtuanya hanya bekerja sebagai buruh tani, sementara sebagai sulung dari tiga bersaudara dia diharapkan segera bisa bekerja.

”Kedua adik saya laki-laki dan masih duduk di bangku SD, jadi ketika saya tiga tahun lalu lulus SMP sebenarnya tidak akan meneruskan ke SMA, namun tetangga saya, Pak Kirsun yang kini adalah Kades Manduraga, mendorong saya untuk bersekolah di SMA St. Agustinus Purbalingga ini, kebetulan beliau memang alumni SMA ini. Walaupun khawatir saya akhirnya masuk juga” ujar Riyanto ketika ditanya bagaimana bisa bersekolah di SMA St. Agustinus Purbalingga.

Riyanto memang patut khawatir, karena orang tuanya sudah tidak sanggup lagi membiayai sekolahnya, belum lagi situasi sekolah swasta yang dirasa asing baginya, karena terbiasa bersekolah di sekolah negeri. ”Takut gak ada temannya,” ujarnya singkat.

Pak Pratomohadi selaku Kepala SMA St. Agustinus Purbalingga menambahkan,”Biaya sekolah Riyanto selama tiga tahun di sini sangat terbantu dengan adanya bantuan beasiswa dari BKM ketika di kelas X, sedangkan di kelas XI dan XII mendapat beasiswa prestasi dari Komunitas Gabriel.”

”Saya kan mau ambil pelajaran di sekolahnya, jadi saya tidak ambil pusing, dan saya tetap Muslim dan menunaikan kewajiban saya,” demikian ujarnya saat ditanya bagaimana menyikapi imej SMA St. Agustinus Purbalingga yang oleh sebagian masyarakat lekat dengan Kristianitas. Lanjutnya, Dan ”Ternyata teman-teman di sini sangat kompak, kami sudah seperti saudara. Saya jadi kerasan.”

Untuk menuju ke sekolah, Riyanto awalnya menggunakan sepeda miliknya sendiri. Dengan jarak tempuh 10 km, waktu yang diperlukan untuk mencapai SMA hingga setengah jam. ”Tapi sepeda saya rusak, lalu saya mendapatkan pinjaman dari sekolah hingga tiga tahun sampai lulus,”katanya.

”Kami memang menyediakan sepeda sebagai alat transportasi bagi siswa, walaupun jumlahnya terbatas. Sepeda kami beli dari anggaran sekolah dan donatur khususnya Pastor Paroki Gereja Katolik Purbalingga. Kini ada 15 sepeda yang keseluruhannya sudah terpakai oleh siswa. Sementara total siswa kami 86 anak untuk tahun ajaran 2009/2010,” demikian jelas Kepala Sekolah.

Ada cerita yang mengharukan mengenai sepeda ini, ”Ketika pengumuman kelulusan kemarin, sepeda kan harus dikembalikan, saya dan para guru melihat Riyanto sampai menciumi sepedanya seakan menyatakan rasa terimakasih dan sayangnya. Banyak guru sampai meneteskan air mata haru,” kata Pak Pratomo.

Memang tak dapat dipungkiri bahwa dengan kondisi keuangan keluarga seperti Riyanto, alat transportasi sepeda yang disediakan sekolah sangat membantunya untuk menempuh perjalanan dari rumah ke sekolah dan sebaliknya. Untuk buku pelajaranpun, para guru membantunya dengan bermacam cara. Bahkan sampai membelikan buku untuknya.

Saat diwawancara, Riyanto ditemani oleh salah seorang sahabatnya Beni Lastaro, salah satu siswa yang juga berprestasi. ”Riyanto memang pendiam dan cenderung pemalu, tapi pintar dan rajin belajar. Dari kelas X selalu ranking 1 dan begitu pun dia tidak sombong dan bahkan selalu mau membimbing teman-temannya yang lain. Tak jarang perpustakaan menjadi tempatnya memberi ’pelajaran ekstra’ untuk temannya. Oh iya, teman saya ini juga jago olahraga lho, dia pernah juara 3 lomba tenis meja se-Kabupaten,” kata Beni mengenai sahabatnya itu.

Beni yang sekarang berprestasi, dahulu pada kelas X merupakan siswa yang kerap melanggar aturan sekolah sehingga seharusnya akan dikeluarkan. ”Kerap saya bolos sekolah. Bisa 30 hari lebih dalam setahun kalau dihitung, karena tiap minggu pasti bolos. Belum lagi pelanggaran lainnya. Saya ’diselamatkan’ oleh Kepala Sekolah dan guru-guru saya. Mereka menantang saya untuk mau berubah, mau mempertimbangkan jasa orangtua yang membiayai saya, dan inilah saya sekarang. Saya mau masuk Sekolah Calon Bintara TNI,” kata Beni mengenai diri dan impiannya.

Lain Beni, lain pula Riyanto. ”Saya hanya mau membahagiakan orang tua saya. Kalau pun ditanya mau kerja di mana, saya hanya punya pikiran akan ikut famili saya di Bekasi yang bekerja di sebuah pabrik kaca. Walaupun dalam hati kecil saya, saya ingin sekolah lagi. Saya sangat berterimakasih kepada sekolah ini, Kepala Sekolah, para guru, dan karyawan untuk segala dukungan dan kebaikan selama di SMA ini,” pungkas Riyanto. (adi)

Tidak ada komentar: