WELCOME....

Ketidaksempurnaan hutan di lereng gunung menjadi pemandangan yang indah karena dilihat dari kejauhan. Ketidaksempurnaan manusia pun menjadi indah kalau kita bersedia menciptakan "jarak", agar jelas perbedaan antara engkau dan aku. Allah pun membuat "jarak" dengan manusia, yakni dengan menganugerahkan kehendak bebas untuk mengasihi, bukan untuk berbuat dosa! Jarak yang dibangun menuntut resiko ditolak

Sabtu, 25 September 2010

Tukang Roti dan Petani

oleh Blasius Full pada 20 Januari 2010 jam 5:55

Seorang tukang roti di sebuah desa kecil membeli satu
kilogram mentega dari seorang petani.

Ia curiga bahwa mentega yang dibelinya tidak
benar-benar seberat satu kilogram.

Beberapa kali ia menimbang mentega itu, dan benar,
berat mentega itu tidak penuh satu kilogram.

Yakinlah ia, bahwa petani itu telah melakukan kecurangan.

Ia melaporkan pada hakim, dan petani itu dimajukan ke
sidang pengadilan.

Pada saat sidang, hakim berkata pada petani,

"Tentu kau mempunyai timbangan?"

"Tidak, tuan hakim," jawab petani.

"Lalu, bagaimana kau bisa menimbang mentega yang kau
jual itu?" tanya hakim.

Petani itu menjawab, "Ah, itu mudah sekali dijelaskan,
tuan hakim. Untuk menimbang mentega seberat satu
kilogram itu, sebagai penyeimbang, aku gunakan saja
roti seberat satu kilogram yang aku beli dari tukang
roti itu.

Ternyata roti yang dijual tukang roti itupun
beratnya kurang dari 1 kg . . . . . . . . . .

Dan tukang roti itupun harus berhadapan dengan hakim.


"Smiley...! Cukup banyak contoh, kekesalan kita pada
orang lain berasal dari sikap kita sendiri pada orang
lain.


sent by haryono99@gmail.com

Sabtu, 11 September 2010

Tikus pun berfilsafat

oleh Blasius Full pada 21 Januari 2010 jam 22:24

Di dalam sebuah hutan, hiduplah seekor tikus ahli filsafat.
Ia mengetahui satu hal yang tidak pernah diketahui
hewan-hewan lain. Ia yakin bahwa gelisah bisa membunuh
seseorang. Sebab, gelisah bisa membunuh kebahagiaan,
memadamkan kilauan cahaya dan menghilangkan kenyamanan.
Selain itu, kegelisahan juga bisa menghancurkan akal, hati dan
fisik.

Pada suatu hari, ia ingin mengajari teman-teman dan
anak-anaknya dengan pelajaran tersebut. Tetapi sang tikus
tidak ingin pelajarannya sekadar didengar dan dihafal saja.
Ia ingin pelajaran itu dipraktekkan dan tertanam dalam sanubari.

Ketika sedang berceramah dihadapan hewan-hewan tersebut,
tiba-tiba muncullah seekor singa. Tikus sang filosof kemudian
berkata, "Tuan singa, aku hendak mengatakan sesuatu.
Aku berharap engkau mau memberikan jaminan keamanan
kepadaku."

Sang singa menjawab, "Aku menjamin keamananmu, wahai
tikus yang pemberani."

Tikus kemudian berkata, "Di hadapan semua hewan-hewan ini,
aku hendak menyatakan bahwa aku mampu membunuhmu jika
engkau memberiku waktu selama sebulan penuh.
Seluruh penghuni hutan ini akan melihat hal itu."

Mendengar hal itu, sang singa langsung tertawa. Dengan nada
mengejek, dia berkata, "Engkau mau membunuhku?"

"Benar", jawab filosof tikus mantap dan percaya diri.

"Aku setuju. Tetapi jika engkau tidak bisa melakukannya,
engkau akan kupancung di depan semua hewan.
Waktunya sebulan mulai dari sekarang."

"Baik, aku setuju."

Sepuluh hari telah berlalu dan singa sama sekali tidak pernah
memikirkan ancaman tikus tersebut. Akan tetapi, beberapa
hari kemudian, terbersit dalam hatinya, "Apa yang sebenarnya
hendak dilakukan oleh tikus itu? Kenapa ia kelihatan begitu
meyakinkan? Bagaimana kalau ancaman itu benar-benar terjadi?"

Beberapa saat kemudian ia tertawa jungkir balik sambil
berkata, "Bagaimana mungkin si tikus mampu membunuhku
sedangkan aku punya anak-anak yang akan membelaku?
Walaupun ia mengerahkan seluruh tikus yang ada sekalipun,
tidak mungkin bisa membunuhku."

Beberapa hari kemudian, bisikan tersebut kembali hadir dalam
benaknya. Untuk kali ini, ia merasakan bahwa bisikan tersebut
terasa lebih kuat dari sebelumnya.

Waktu terus berjalan dan batas waktu yang ditentukan hampir
berakhir. Sementara itu, sang tikus tidak datang untuk
mencabut pernyataannya ataupun menyerah. Justru, filosof
tikus malah terus mengumumkan ancamannya ke seluruh
penghuni hutan.

Melihat kenyataan tersebut, sang singa terus berpikir,
"Apakah filosof tikus mempunyai senjata yang ampuh atau
telah mengumpulkan kekuatan yang luar biasa, atau membuat
jebakan yang mematikan?"

Hari demi hari berganti dan pikiran-pikiran tersebut selalu
muncul hingga membuat singa tidak doyan makan dan minum.
Dia selalu memikirkan nasib dan akhir yang begitu mengerikan,
seperti ancaman tikus tersebut.

Sebelum hari yang ditentukan tiba, tepatnya pada pagi hari yang
keduapuluh lima , hewan-hewan menemukan singa tersebut
telah mati di dalam kandangnya.

Dia telah terbunuh oleh perasaan was-was dan ketakutan.
Daging dan lemaknya telah terbakar oleh kesedihan yang ia
rasakan, padahal sang tikus tidak pernah melakukan tipu
muslihat atau merancang persengkongkolan apapun. Ia hanya
mengetahui sebuah rahasia, bahwa menunggu musibah,
memperkirakan bencana dan was-was terhadap sebuah tragedi
adalah senjata ampuh yang bisa membunuh jagoan pemberani
ataupun sang perkasa yang tidak punya rasa takut.

Jangan pernah menyia-nyiakan waktu

Kebanyakan orang tidak pernah menghiraukan hari-hari yang
dijalaninya, karena sibuk untuk masa depan. Cita-cita telah
membuatnya lupa manisnya kehidupan yang sedang dia jalani.
Yang ada hanyalah ketakutan akan masa depan. Mereka selalu
resah dengan hari-hari yang akan datang.

Mereka selalu berpikir bagaimana seandainya kehilangan
pekerjaan? Bagaimana dia akan memberi makan anak-anak?
Apa yang akan dia katakan kepada teman-teman?
Serta bagaimana nasibnya kemudian?

Kalau kegelisahan mengenai hal-hal tersebut mampu diatasi,
dia akan memikirkan hal-hal lain. Bagaimana seandainya dia
menderita sakit, buta atau kaki buntung? Bagaimana bentuk
tubuhnya nanti? Bagaimana dia akan menanggung semua itu?

Yang ada di dalam kepala hanyalah musibah dan musibah.
Barangkali, mobil yang dinaiki akan mengalami kecelakaan,
barangkali pesawat yang ditumpangi akan jatuh, barangkali
kapal yang ia naiki akan tenggelam dan barangkali saja
bangunan tempat dia tinggal akan runtuh.

Dia pun takut kalau sampai hal-hal yang tidak diinginkan
tersebut terjadi. Orang seperti ini akan menjadi mangsa
empuk serigala buas bernama kegelisahan dan makanan lezat
hantu bernama kesedihan.

sent by haryono99@gmail.com

Suami isteri dipanggil menjadi TANDA kasih setia Allah

Oleh Blasius Full pada 24 Januari 2010 jam 16:38

Dalam rangka kursus persiapan perkawinan, Romo Sinten memberikan sebuah topik, "Suami isteri dipanggil menjadi TANDA kasih setia Allah kepada manusia. Kebetulan saja dua calon pasangan yang saling bersahabat berkesempatan mengikuti kursus bersama sama. Kedua calon pasutri itu, Jerawati & Trimbi, Judesanti & Panurata. Mereka semua rata rata berusia 25-30 tahun. 

Tepat pukul 9 pagi, Minggu ini, Pastor Sinten membuka pertemuan itu dengan meminta Panurata untuk memanjatkan doa pembukaan. Setelah doa pembukaan, Pastor Sinten mulai pembicaraan topik dengan gaya dialog interaktif. 

"Teman teman semua, calon pasutri yang berbahagia, selamat pagi! sambut Rm Sinten.
Para peserta kursus pun langsung menyahut, "Pagiiiii...Romo!!" 
Romo Sinten melanjutkan perbincangan, "Baik, semangat semua! Saya akan mengawali pertemuan ini dengan sebuah pertanyaan. Siapakah yang paling mengasihimu?" Tanpa jeda, Panurata langsung jawab, "Ini dia, calon isteriku, Judesanti, yang paling mengasihiku!!" Judesanti tersipu-sipu malu mendengar jawaban Panurata. Pastor Sinten pun tidak kalah menanggapi, "Maaf Neng Judes, apa bener dikau mengasihi Panurata?" Dengan tenang dan senyum, "Judesanti menanggapi, "Romo, iya bener, saya mengasihi Panurata!" Romo Sinten manggut manggut, "Baiklah! Saya tanya pada Jerawati sekarang!"

Tanya Rm Sinten kepada Jerawati, "Apakah Jeng Jerawati mengasihi Trimbil?" Jerawati nyengir, "Ya iyaaaalaah Romo, wong tinggal 3 bulan lagi mau menikah, kok ditanya mengasihi Trimbil?" Balas Romo Sinten, "Neng Jerawati, sabar ya....jangan sewot dulu, saya cuma tanya lho, apakah Neng Jerawati mengasihi Trimbil?" Jerawati menata duduknya, lalu menjawab lagi, "Iya Romo, aku mencintai Trimbil! Swear....!!" Rm Sinten tertawa, "Aduuh...Neng...kok pakai swear segala! Coba ya..aku cuma tanya, apakah engkau mengasihi Trimbil? Aku tidak bertanya, apakah benar engkau mengasihi Trimbil?" Jerawati mulai cemberut, "Iya deh...Romo! Batin Jerawati, "Romo ini...bawel banget sih!!" 

Romo Sinten lalu melanjutkan dialog, "Baik, minimal dua calon pasutri meenjawab, orang yang paling mengasihimu sekarang adalah calon suami atau calon isterimu. Nah pertanyaan berikutnya, sampai kapankah engkau sebagai suami atau isteri akan mengasihi satu sama lain?" Semua serentak menjawab, "Sampai selamanya Romo, sampai maut memisahkan kita!!" Romo Sinten pun makin antusias bertanya lagi, "Lalu apa jaminanmu, kalau engkau mampu mengasihi pasanganmu ?" Panurata mulai angkat tangan, "Romo, menurut saya begini. Jaminannya ya saya sendiri ini, dengan segala kerapuhanku!" Romo Sinten mulai menyanggah, "Untuk apa kerapuhanmu jadi jaminan? Maksudmu, kalau aku begini rapuhnya, ya terima saja, kan sudah memutuskan untuk menikahiku? Apakah kata kata itu justru, sebuah pembelaan diri yang sebenarnya tidak mau berubah?" Trimbil pun ikut menyahut, "Romo, terus terang saya tidak bisa menjamin. Jujur nih Romo, kalau dompet tipis, tinggal kartu ATM yang barusan kebobolan, belum dapat gaji, saya pasti lebih cenderung untuk stress lalu mudah menyalahkan isteri, cemberut dan mudah marah! Bagi saya, cintaku sebenarnya musiman!" 

Pastor Sinten menanggapi Trimbil, "Wah, jawabanmu sangat jujur, Mas! Saya kaget mendengarkan jawabanmu yang realistis, apa adanya! Begitulah, yang terjadi sebenarnya! Teori kita boleh muluk-muluk, bisa mencintai pasangan untuk selamanya, sampai maut memisahkan. Tetapi, harus kita akui, tidak bisa serta merta kita mencintai sesama tanpa mengenal musim." Judesanti menyahut, "Kalau begitu, siapa Romo yang bisa menjamin cinta kita ini hidup selamanya tanpa mengenal musim? Jawab Pastor Sinten, "Neng Judes, pertanyaanmu sangat bagus! Sebelum menjawab pertanyaanmu, saya ingin bercerita untuk kalian semua. 

"Suatu saat seorang pemuda yang baru mau menikah esok harinya, melihat seorang petani yang sudah setengah tua sedang berjalan di pagi hari sekitar jam 5. Padahal awan sudah gelap, tanda pagi ini mau hujan deras. Dia bertanya, Pak lebih baik pulang saja, daripada ke sawah kehujanan! Petani itu menjawab, "Mas, hujan itu telah jadi cuacaku!" Pemuda itu tidak puas, lalu Tanya lagi, "Pak, kalau kemarau tiba, bagaimana?" Petani itu menyahut, "Hujan saja cuacaku, apalagi kemarau tiba, ya sama saja, itulah cuacaku! Mas, cuaca terang atau hujan sudah menjadi hidupku! Pemuda itu hanya bengong lalu berpikir sebentar, " Iya Pak, ternyata selama ini, saya hidup menurut cuaca, padahal menurut Bapak, cuaca itu adalah hidup Bapak?" Bapak itu hanya tersenyum, "Terima kasih, Nak, sapaan hangatmu pagi ini!"

Pastor Sinten melanjutkan penjelasan, "Siapa yang mau berpendapat?" Panurata angkat tangan, "Saya Romo! Saya merasa belum bisa jadi petani itu karena ada banyak kekuatiran dalam hidupku, sehingga saya kerap kali terpengaruh oleh cuaca sekitar kami, sampai akhirnya kami malah tidak mencintai, tapi malahan saling menyalahkan!" Tanpa komentar balik dari Romo Sinten, Judesanti ikut menanggapi, "Romo, sikap pemuda itu akuuuu bangeeet!" Romo Sinten menanggapi, "Waah, Neng Judes, terima kasih untuk keterbukaan hatimu!" Panurata tersenyum bangga mendengar pengakuan calon isterinya. Terakhir Jerawati pun tidak kalah menanggapi, "Romo, masak sih kita tidak boleh menghindari hujan, dan menunggu terang? Daripada masuk angin, lebih baik tunggu terang baru berangkat! Menurutku, petani itu kok berjiwa pahlawan? Apakah motivasi petani itu jangan jangan mencari pujian!" Panurata melirik Jerawati, "Ehmm, kumat nih temanku satu, judesnya melebihi calon isteriku!" Jerawati pun terasa, langsung melototin Panurata, "Yee, tersindir yaa..?" 

Romo Sinten pun lalu menengahi perbincangan mereka, "Iya bener, Jeng! Ada kemungkinan memang petani itu mencari pujian, tapi yang penting, cerita itu sekedar mau menceritakan, banyak orang mudah luntur komitmennya karena "cuaca di sekitarnya". Petani itu mengajarkan, bagaimana seorang petani tetap komitmen bangun pagi dan pergi ke sawah, meski hari mau hujan sekalipun. Pertanyaanku sekarang, manakah jaminanmu, kalau engkau mau berkomitmen tanpa peduli pada cuaca apapun juga: mau mengasihi satu sama lain saat suka lalu berganti duka, saat hidup menguntungkan tapi kadang berganti dengan kemalangan? Perbandingnnya begini, kalau kita hutang ke pegadaian, tinggal bawa sertifikat tanah, kalung emas, surat berharga lain, pasti kita bisa dapat uang piutang. Nah kalau "mengasihi selamanya sampai maut memisahkan", siapakah yang jadi jaminan?

Para peserta pun akhirnya menjawab, "Dari kami pasti tidak ada jaminan Romo!" Romo Sinten lalu melanjutkan, "Jadi…?? Siapa yang bisa dijadikan jaminan?" Semua peserta menjawab antusias, "Tuhan, Romo, yang bisa jadi jaminan!!" Romo Sinten malah memajukan bibirnya 2 cm sambil berujar, "Haah, Tuhan, yang menjaminmu? Jadi kalau engkau tidak bisa mencintai pasanganmu, siapa yang disalahkan? Tuhan lagi, begitu?" Jerawati angkat tangan, "Romo saya ingin menanggapi pertanyaan nakal itu. Tuhan tidak boleh disalahkan karena kita tidak mampu mengasihi tanpa mengenal musim apapun!" Romo Sinten melanjutkan, "Jadi, kalau begitu tanggapanmu, sebaiknya gimana?"

Panurata pun ikut angkat tangan, "Romo, meski Tuhan tidak boleh disalahkan, tapi bukankah kita harus meminta Tuhan untuk menganugerahkan Roh Kasih-Nya, agar kita mampu mengasihi?" Romo Sinten langsung menyahut, "Naaah, sinarieuun…euy….! Panurata jawab dengan cemerlang!" Panurata langsung senyum tersipu sipu, meski Jerawati jadi cemberut, "Uuh…sok - sokan banget sih dia..!" Romo Sinten tidak melihat cemberutnya Jerawati, "Baik, Mas Panu, itulah sebenarnya letak persoalannya! Roh Kasih Tuhan itu sudah dijanjikan akan diberikan kepada kita, namun menunggu keputusan manusia, yang bebas dan tidak terpaksa! Roh itulah yang memampukan kita untuk selalu mengasihi sesama dalam setiap situasi apapun juga. Masalahnya, apakah kita mau meminta Roh Kasih itu datang menjiwai dan memampukan kehendak bebas kita? Roh Kudus itu tidak otomatis dianugerahkan kepada manusia kalau kita tidak meminta-Nya!" Mas Trimbil & Judesanti kaget, "Waaah kok begitu yaa…!!" Mas Trimbil bertanya, "Bagaimana Romo, kok Allah tidak mencurahkan Roh Kudus secara otomatis. Katanya Allah tahu kebutuhan kita, mengapa tidak langsung diberikan?" Romo Sinten lalu menyahut, "Baik Mas Trimbil, dan semua saja, saya akan kutipkan sabda Yesus dalam Injil Lukas, "Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Lukas 11:10-13). Perhatikanlah, "Ia akan memberikan Roh Kudus, kepada mereka yang memintanya". Jadi begitu besar Tuhan menghargai kehendak bebasmu, sehingga ia menunggu permintaan manusia. Apakah engkau tidak akan meminta Roh itu?"

Romo Sinten melanjutkan penjelasan dengan pertanyaan baru, "Jadi, siapakah yang dapat mengasihi manusia tanpa mengenal musim?" Semua peserta spontan menjawab, "Tuhan, Romo!" Romo Sinten pun langsung menyahut, "Baik, benar jawabanmu! Kalau begitu, siapakah yang akan menjadi tanda kehadiran Tuhan yang mencintai umatnya tanpa mengenal musim? Semua calon pasutri hanya terdiam serius. Spontan Romo Sinten bertanya, "Kenapa kalian diam tidak bergeming?" Judesanti angkat bicara, "Romo, kamilah yang akan menjadi tanda kasih Allah itu bagi suami dan anak-anakku!" Panurata pun menyahut, "Iya, saya mau jadi tanda cinta Tuhan!" Trimbil dan Jerawati pun angkat tangan bersama, "Romo, kami mau jadi tanda itu!" Semua peserta menjawab dengan kesanggupan yang sama. Romo Sinten lalu mengangguk-anggukkan kepala, "Syukur kepada Tuhan, akhirnya teman teman semua mau dipanggil sebagai tanda kehadiran kasih Allah. Bukankah, sakramentalitas perkawinanmu nanti tidak lain terletak dalam kenyataan yang menunjukkan bahwa hidupmu menjadi TANDA kasih Allah! Menjadi TANDA kasih Allah, itu berarti, pertama, mau ambil bagian dalam kisah penciptaan melalui prokreasi, merawat anak dan mendidiknya sampai mereka dewasa. Kedua, kalian tidak saling menghakimi, melainkan mau memberikan kesempatan selalu kepada pasangan dan anak anakmu untuk bangkit dari kelemahannya. Itulah inti mengampuni. Ketiga, kasih Allah itu diwujudkan untuk saling senasib sepenanggungan dalam memanggul penderitaan dan kesulitan hidup bersama sama. " Pastor Sinten lalu bertanya, "Sebagai pertanyaan akhir, siapakah yang paling mengasihi pasanganmu?" 
Mendengar pertanyaan itu, Trimbil & Jerawati tersenyum lalu Jerawati pun menanggapi, "Romo, saya akan berusaha untuk menampilkan hidup yang penuh kasih, agar suami dan anak anakku merasakan cinta Tuhan hadir nyata!". Trimbil pun tersenyum, makin yakin dengan calon isterinya ini. Tidak ketinggalan Panurata dan Judesanti. Panurata pun angkat bicara, "Romo, akulah yang paling akan mengasihi isteriku tercinta ini, sekalipun judes, tapi dia jauh lebih ramah!" Mendengar ungkapan itu Jerawati langsung bereaksi, "Ehem ehem….!!" Trimbil pun menyikut tangan Jerawati, "Kok sewot sih…??" 

Kursus Perkawinan berakhir jam 13. Romo Sinten pun menutup topik "Panggilan suami isteri menjadi tanda kasih Allah" dengan mengungkapkan beberapa kata kunci, " Peran kalian menjadi TANDA kasih Allah akan menjadi kenyataan, kalau kalian saling menciptakan jarak, "space" atau "ruang" agar pasanganmu bisa mengambil keputusan sendiri! "The last but not the least ", selalulah meminta Roh Kasih Allah untuk tinggal dalam jiwa dan ragamu, agar kalian semua sungguh mampu setia mengasihi. Setia itu sikap dasar orang yang mengasihi tanpa mengenal musim. Itulah cinta Tuhan yang tak mengenal musim. Jadikanlah diri kalian selalu menjadi TANDA kasih setia Alah itu!" 
Setelah kata terakhir, giliran Jerawati menutup pertemuan dengan doa penutup. Mereka berempat lalu jalan pulang bersama, sambil masih bercanda satu sama lain.

Kalau engkau mau, kunjungilah dunia musuhmu!

oleh Blasius Full pada 25 Januari 2010 jam 10:58

Sahabatku, 
selamat jumpa di hari esok Selasa 26 Jan 2010! Saat engkau membaca tulisanku, engkau menemukan duniaku. Saat engkau berkomentar status dan noteku, aku pun bertemu dengan duniamu. Bahkan hanya sekedar acung jempol atau membalikkan jempol, kita bertemu "dalam dunia". Duniaku dan duniamu itu bukanlah milik kita yang sesungguhnya, karena kita tidak berkuasa atas dunia kita sendiri. Justru karena tidak berkuasa, baiklah kita saling menengok, kalau boleh, aku ingin tinggal dalam duniamu sebentar, juga kalau engkau menjengkelkan. Aku mau duduk bersamamu, agar merasakan duniamu memang lain. Saat engkau mau duduk bersama dalam dunia orang yang menjengkelkan sekalipun, saat itulah duniamu dikenal oleh musuhmu. Ia mulai mengenal "ada hidup baru" yang selama ini tidak pernah dirasakan. Dia akan merasa ada harapan baru, meski menjengkelkan temannya, masih ada kesempatan untuk membuat hidup makin berarti.

Semoga di hari Selasa esok, ada banyak dunia yang engkau kunjungi, juga kalau dunia itu membuatmu tidak nyaman dan tidak merasa damai. Jadilah pembawa damai bagi dunia musuhmu!

Warm regards

Nice to see you later on Thursday, 28th, January 2010

oleh Blasius Full pada 25 Januari 2010 jam 11:33

Sahabatku, 
Nice to see you later, on Thursday, 28t January 2010
Saat engkau membaca status, membaca note siapapun yang engkau kenal di Facebook, engkau tidak hanya menemukan seonggok huruf tersusun rapi menjadi kata, kalimat, paragraf dan sebuah artikel. Engkau menemukan "mutiara" nilai, ada rasa gembira karena ada email yang dinanti, ada rasa rindu untuk menantikan bergantinya status, ada rasa ingin tahu, kapankah foto profile itu berganti lagi! Di sisi lain, mungkin engkau juga kuatir, dan takut akan penilaian orang yang sudah memberi komentar padamu! Ada kegelisahan karena ada orang yang menyerang pribadi kita, mengkritik kita habis habisan.
Semua perasaan itu bisa jadi akan bermunculan. Namun semua itu hanyalah "cuaca hidup" yang bisa terjadi, bisa tidak. Hidup kita tidak tergantung pada cuaca. Tapi hiduplah dalam "cuaca" itu, kita akan menemukan "keringkihan, namun juga keberanian; ada kekecewaan namun ada kelegaan; ada keputusasaan, namun ada pengharapan". Bagaimanakah mungkin semua itu terjadi, hidup berdampingan dengan segala cuaca yang ada!" Emas itu ditemukan dalam campuran dengan tanah yang lain, barulah kemudian disaring tanah itu, barulah ditemukan butiran emas. Butiran emas kehidupan pun selalu ada, namun kita mesti bertekun untuk membuat "screening" agar melihat emas itu yang bersinar. Emas itu "percikan-percikan" cinta Allah yang selalu menyinari hidupmu. 

Warm regards

Kesepian itu menciptakan "ruang" untuk kehangatan

oleh Blasius Full pada 29 Januari 2010 jam 9:08

Saudaraku, 
Saat engkau kesepian karena banyak teman yang tidak menyapamu, bahkan meninggalkanmu di saat engkau membutuhkan kehadiran seorang sahabat, itulah saatnya engkau mengubah kesepian menjadi kehangatan. Kehangatan yang sejati bukan berasal dari orang lain yang menemanimu, bukan pula dari orang yang begitu memahami persoalanmu. Kehangatan sejati itu berasal dari Allah yang pertama kali telah merengkuhmu saat engkau mengalami kesepian. Kesepianmu bukanlah akhir segala-galanya, dan bukanlah kenyataan hidup satu-satunya yang terjadi pada dirimu. Hidupmu bukanlah kesepian. Kesepian itu hanya salah satu duri,yang membuatmu berpikir, merenung, namun juga memberi kesempatan dirimu terluka. "Pengalaman terluka" itu dibutuhkan agar engkau tumbuh berbuahkan kasih. Tanah yang subur bukanlah tanah yang kuat, bagaikan batu, tapi tanah yang rentan, mudah diambil dan digenggam, mudah dicangkul, dicampur dengan pupuk, dan mudah menyerap air. 
Kesepianmu saat ini ibarat tanah subur yang siap dicangkul dan disiram air segar. Kesepian itu membuat hidupmu terluka, namun "luka" itu tidak lain sebuah "ruang", meski sempit sekali, tapi ruang itu dapat engkau persembahkan kepada Allah. "Allah, aku punya "ruang" untuk-Mu, agar engkau tinggal. Kesepianku telah engkau biarkan hadir, agar terciptalah "ruang bagi-Mu" di dalam hati ini. Tinggallah dalam "ruang hatiku", agar aku mengalami kehangatan kasih-Mu. Engkau yang hangat, selalu menyapaku setiap hari."
Semoga kita mau belajar mengubah kesepian menjadi kehangatan dengan lsaling mendahului untuk menyapa sahabat-sahabat, saudara serumah, pasangan hidup, dan anak anak!