WELCOME....

Ketidaksempurnaan hutan di lereng gunung menjadi pemandangan yang indah karena dilihat dari kejauhan. Ketidaksempurnaan manusia pun menjadi indah kalau kita bersedia menciptakan "jarak", agar jelas perbedaan antara engkau dan aku. Allah pun membuat "jarak" dengan manusia, yakni dengan menganugerahkan kehendak bebas untuk mengasihi, bukan untuk berbuat dosa! Jarak yang dibangun menuntut resiko ditolak

Sabtu, 11 September 2010

Suami isteri dipanggil menjadi TANDA kasih setia Allah

Oleh Blasius Full pada 24 Januari 2010 jam 16:38

Dalam rangka kursus persiapan perkawinan, Romo Sinten memberikan sebuah topik, "Suami isteri dipanggil menjadi TANDA kasih setia Allah kepada manusia. Kebetulan saja dua calon pasangan yang saling bersahabat berkesempatan mengikuti kursus bersama sama. Kedua calon pasutri itu, Jerawati & Trimbi, Judesanti & Panurata. Mereka semua rata rata berusia 25-30 tahun. 

Tepat pukul 9 pagi, Minggu ini, Pastor Sinten membuka pertemuan itu dengan meminta Panurata untuk memanjatkan doa pembukaan. Setelah doa pembukaan, Pastor Sinten mulai pembicaraan topik dengan gaya dialog interaktif. 

"Teman teman semua, calon pasutri yang berbahagia, selamat pagi! sambut Rm Sinten.
Para peserta kursus pun langsung menyahut, "Pagiiiii...Romo!!" 
Romo Sinten melanjutkan perbincangan, "Baik, semangat semua! Saya akan mengawali pertemuan ini dengan sebuah pertanyaan. Siapakah yang paling mengasihimu?" Tanpa jeda, Panurata langsung jawab, "Ini dia, calon isteriku, Judesanti, yang paling mengasihiku!!" Judesanti tersipu-sipu malu mendengar jawaban Panurata. Pastor Sinten pun tidak kalah menanggapi, "Maaf Neng Judes, apa bener dikau mengasihi Panurata?" Dengan tenang dan senyum, "Judesanti menanggapi, "Romo, iya bener, saya mengasihi Panurata!" Romo Sinten manggut manggut, "Baiklah! Saya tanya pada Jerawati sekarang!"

Tanya Rm Sinten kepada Jerawati, "Apakah Jeng Jerawati mengasihi Trimbil?" Jerawati nyengir, "Ya iyaaaalaah Romo, wong tinggal 3 bulan lagi mau menikah, kok ditanya mengasihi Trimbil?" Balas Romo Sinten, "Neng Jerawati, sabar ya....jangan sewot dulu, saya cuma tanya lho, apakah Neng Jerawati mengasihi Trimbil?" Jerawati menata duduknya, lalu menjawab lagi, "Iya Romo, aku mencintai Trimbil! Swear....!!" Rm Sinten tertawa, "Aduuh...Neng...kok pakai swear segala! Coba ya..aku cuma tanya, apakah engkau mengasihi Trimbil? Aku tidak bertanya, apakah benar engkau mengasihi Trimbil?" Jerawati mulai cemberut, "Iya deh...Romo! Batin Jerawati, "Romo ini...bawel banget sih!!" 

Romo Sinten lalu melanjutkan dialog, "Baik, minimal dua calon pasutri meenjawab, orang yang paling mengasihimu sekarang adalah calon suami atau calon isterimu. Nah pertanyaan berikutnya, sampai kapankah engkau sebagai suami atau isteri akan mengasihi satu sama lain?" Semua serentak menjawab, "Sampai selamanya Romo, sampai maut memisahkan kita!!" Romo Sinten pun makin antusias bertanya lagi, "Lalu apa jaminanmu, kalau engkau mampu mengasihi pasanganmu ?" Panurata mulai angkat tangan, "Romo, menurut saya begini. Jaminannya ya saya sendiri ini, dengan segala kerapuhanku!" Romo Sinten mulai menyanggah, "Untuk apa kerapuhanmu jadi jaminan? Maksudmu, kalau aku begini rapuhnya, ya terima saja, kan sudah memutuskan untuk menikahiku? Apakah kata kata itu justru, sebuah pembelaan diri yang sebenarnya tidak mau berubah?" Trimbil pun ikut menyahut, "Romo, terus terang saya tidak bisa menjamin. Jujur nih Romo, kalau dompet tipis, tinggal kartu ATM yang barusan kebobolan, belum dapat gaji, saya pasti lebih cenderung untuk stress lalu mudah menyalahkan isteri, cemberut dan mudah marah! Bagi saya, cintaku sebenarnya musiman!" 

Pastor Sinten menanggapi Trimbil, "Wah, jawabanmu sangat jujur, Mas! Saya kaget mendengarkan jawabanmu yang realistis, apa adanya! Begitulah, yang terjadi sebenarnya! Teori kita boleh muluk-muluk, bisa mencintai pasangan untuk selamanya, sampai maut memisahkan. Tetapi, harus kita akui, tidak bisa serta merta kita mencintai sesama tanpa mengenal musim." Judesanti menyahut, "Kalau begitu, siapa Romo yang bisa menjamin cinta kita ini hidup selamanya tanpa mengenal musim? Jawab Pastor Sinten, "Neng Judes, pertanyaanmu sangat bagus! Sebelum menjawab pertanyaanmu, saya ingin bercerita untuk kalian semua. 

"Suatu saat seorang pemuda yang baru mau menikah esok harinya, melihat seorang petani yang sudah setengah tua sedang berjalan di pagi hari sekitar jam 5. Padahal awan sudah gelap, tanda pagi ini mau hujan deras. Dia bertanya, Pak lebih baik pulang saja, daripada ke sawah kehujanan! Petani itu menjawab, "Mas, hujan itu telah jadi cuacaku!" Pemuda itu tidak puas, lalu Tanya lagi, "Pak, kalau kemarau tiba, bagaimana?" Petani itu menyahut, "Hujan saja cuacaku, apalagi kemarau tiba, ya sama saja, itulah cuacaku! Mas, cuaca terang atau hujan sudah menjadi hidupku! Pemuda itu hanya bengong lalu berpikir sebentar, " Iya Pak, ternyata selama ini, saya hidup menurut cuaca, padahal menurut Bapak, cuaca itu adalah hidup Bapak?" Bapak itu hanya tersenyum, "Terima kasih, Nak, sapaan hangatmu pagi ini!"

Pastor Sinten melanjutkan penjelasan, "Siapa yang mau berpendapat?" Panurata angkat tangan, "Saya Romo! Saya merasa belum bisa jadi petani itu karena ada banyak kekuatiran dalam hidupku, sehingga saya kerap kali terpengaruh oleh cuaca sekitar kami, sampai akhirnya kami malah tidak mencintai, tapi malahan saling menyalahkan!" Tanpa komentar balik dari Romo Sinten, Judesanti ikut menanggapi, "Romo, sikap pemuda itu akuuuu bangeeet!" Romo Sinten menanggapi, "Waah, Neng Judes, terima kasih untuk keterbukaan hatimu!" Panurata tersenyum bangga mendengar pengakuan calon isterinya. Terakhir Jerawati pun tidak kalah menanggapi, "Romo, masak sih kita tidak boleh menghindari hujan, dan menunggu terang? Daripada masuk angin, lebih baik tunggu terang baru berangkat! Menurutku, petani itu kok berjiwa pahlawan? Apakah motivasi petani itu jangan jangan mencari pujian!" Panurata melirik Jerawati, "Ehmm, kumat nih temanku satu, judesnya melebihi calon isteriku!" Jerawati pun terasa, langsung melototin Panurata, "Yee, tersindir yaa..?" 

Romo Sinten pun lalu menengahi perbincangan mereka, "Iya bener, Jeng! Ada kemungkinan memang petani itu mencari pujian, tapi yang penting, cerita itu sekedar mau menceritakan, banyak orang mudah luntur komitmennya karena "cuaca di sekitarnya". Petani itu mengajarkan, bagaimana seorang petani tetap komitmen bangun pagi dan pergi ke sawah, meski hari mau hujan sekalipun. Pertanyaanku sekarang, manakah jaminanmu, kalau engkau mau berkomitmen tanpa peduli pada cuaca apapun juga: mau mengasihi satu sama lain saat suka lalu berganti duka, saat hidup menguntungkan tapi kadang berganti dengan kemalangan? Perbandingnnya begini, kalau kita hutang ke pegadaian, tinggal bawa sertifikat tanah, kalung emas, surat berharga lain, pasti kita bisa dapat uang piutang. Nah kalau "mengasihi selamanya sampai maut memisahkan", siapakah yang jadi jaminan?

Para peserta pun akhirnya menjawab, "Dari kami pasti tidak ada jaminan Romo!" Romo Sinten lalu melanjutkan, "Jadi…?? Siapa yang bisa dijadikan jaminan?" Semua peserta menjawab antusias, "Tuhan, Romo, yang bisa jadi jaminan!!" Romo Sinten malah memajukan bibirnya 2 cm sambil berujar, "Haah, Tuhan, yang menjaminmu? Jadi kalau engkau tidak bisa mencintai pasanganmu, siapa yang disalahkan? Tuhan lagi, begitu?" Jerawati angkat tangan, "Romo saya ingin menanggapi pertanyaan nakal itu. Tuhan tidak boleh disalahkan karena kita tidak mampu mengasihi tanpa mengenal musim apapun!" Romo Sinten melanjutkan, "Jadi, kalau begitu tanggapanmu, sebaiknya gimana?"

Panurata pun ikut angkat tangan, "Romo, meski Tuhan tidak boleh disalahkan, tapi bukankah kita harus meminta Tuhan untuk menganugerahkan Roh Kasih-Nya, agar kita mampu mengasihi?" Romo Sinten langsung menyahut, "Naaah, sinarieuun…euy….! Panurata jawab dengan cemerlang!" Panurata langsung senyum tersipu sipu, meski Jerawati jadi cemberut, "Uuh…sok - sokan banget sih dia..!" Romo Sinten tidak melihat cemberutnya Jerawati, "Baik, Mas Panu, itulah sebenarnya letak persoalannya! Roh Kasih Tuhan itu sudah dijanjikan akan diberikan kepada kita, namun menunggu keputusan manusia, yang bebas dan tidak terpaksa! Roh itulah yang memampukan kita untuk selalu mengasihi sesama dalam setiap situasi apapun juga. Masalahnya, apakah kita mau meminta Roh Kasih itu datang menjiwai dan memampukan kehendak bebas kita? Roh Kudus itu tidak otomatis dianugerahkan kepada manusia kalau kita tidak meminta-Nya!" Mas Trimbil & Judesanti kaget, "Waaah kok begitu yaa…!!" Mas Trimbil bertanya, "Bagaimana Romo, kok Allah tidak mencurahkan Roh Kudus secara otomatis. Katanya Allah tahu kebutuhan kita, mengapa tidak langsung diberikan?" Romo Sinten lalu menyahut, "Baik Mas Trimbil, dan semua saja, saya akan kutipkan sabda Yesus dalam Injil Lukas, "Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Bapa manakah di antara kamu, jika anaknya minta ikan dari padanya, akan memberikan ular kepada anaknya itu ganti ikan? Atau, jika ia minta telur, akan memberikan kepadanya kalajengking? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Lukas 11:10-13). Perhatikanlah, "Ia akan memberikan Roh Kudus, kepada mereka yang memintanya". Jadi begitu besar Tuhan menghargai kehendak bebasmu, sehingga ia menunggu permintaan manusia. Apakah engkau tidak akan meminta Roh itu?"

Romo Sinten melanjutkan penjelasan dengan pertanyaan baru, "Jadi, siapakah yang dapat mengasihi manusia tanpa mengenal musim?" Semua peserta spontan menjawab, "Tuhan, Romo!" Romo Sinten pun langsung menyahut, "Baik, benar jawabanmu! Kalau begitu, siapakah yang akan menjadi tanda kehadiran Tuhan yang mencintai umatnya tanpa mengenal musim? Semua calon pasutri hanya terdiam serius. Spontan Romo Sinten bertanya, "Kenapa kalian diam tidak bergeming?" Judesanti angkat bicara, "Romo, kamilah yang akan menjadi tanda kasih Allah itu bagi suami dan anak-anakku!" Panurata pun menyahut, "Iya, saya mau jadi tanda cinta Tuhan!" Trimbil dan Jerawati pun angkat tangan bersama, "Romo, kami mau jadi tanda itu!" Semua peserta menjawab dengan kesanggupan yang sama. Romo Sinten lalu mengangguk-anggukkan kepala, "Syukur kepada Tuhan, akhirnya teman teman semua mau dipanggil sebagai tanda kehadiran kasih Allah. Bukankah, sakramentalitas perkawinanmu nanti tidak lain terletak dalam kenyataan yang menunjukkan bahwa hidupmu menjadi TANDA kasih Allah! Menjadi TANDA kasih Allah, itu berarti, pertama, mau ambil bagian dalam kisah penciptaan melalui prokreasi, merawat anak dan mendidiknya sampai mereka dewasa. Kedua, kalian tidak saling menghakimi, melainkan mau memberikan kesempatan selalu kepada pasangan dan anak anakmu untuk bangkit dari kelemahannya. Itulah inti mengampuni. Ketiga, kasih Allah itu diwujudkan untuk saling senasib sepenanggungan dalam memanggul penderitaan dan kesulitan hidup bersama sama. " Pastor Sinten lalu bertanya, "Sebagai pertanyaan akhir, siapakah yang paling mengasihi pasanganmu?" 
Mendengar pertanyaan itu, Trimbil & Jerawati tersenyum lalu Jerawati pun menanggapi, "Romo, saya akan berusaha untuk menampilkan hidup yang penuh kasih, agar suami dan anak anakku merasakan cinta Tuhan hadir nyata!". Trimbil pun tersenyum, makin yakin dengan calon isterinya ini. Tidak ketinggalan Panurata dan Judesanti. Panurata pun angkat bicara, "Romo, akulah yang paling akan mengasihi isteriku tercinta ini, sekalipun judes, tapi dia jauh lebih ramah!" Mendengar ungkapan itu Jerawati langsung bereaksi, "Ehem ehem….!!" Trimbil pun menyikut tangan Jerawati, "Kok sewot sih…??" 

Kursus Perkawinan berakhir jam 13. Romo Sinten pun menutup topik "Panggilan suami isteri menjadi tanda kasih Allah" dengan mengungkapkan beberapa kata kunci, " Peran kalian menjadi TANDA kasih Allah akan menjadi kenyataan, kalau kalian saling menciptakan jarak, "space" atau "ruang" agar pasanganmu bisa mengambil keputusan sendiri! "The last but not the least ", selalulah meminta Roh Kasih Allah untuk tinggal dalam jiwa dan ragamu, agar kalian semua sungguh mampu setia mengasihi. Setia itu sikap dasar orang yang mengasihi tanpa mengenal musim. Itulah cinta Tuhan yang tak mengenal musim. Jadikanlah diri kalian selalu menjadi TANDA kasih setia Alah itu!" 
Setelah kata terakhir, giliran Jerawati menutup pertemuan dengan doa penutup. Mereka berempat lalu jalan pulang bersama, sambil masih bercanda satu sama lain.

Tidak ada komentar: