WELCOME....

Ketidaksempurnaan hutan di lereng gunung menjadi pemandangan yang indah karena dilihat dari kejauhan. Ketidaksempurnaan manusia pun menjadi indah kalau kita bersedia menciptakan "jarak", agar jelas perbedaan antara engkau dan aku. Allah pun membuat "jarak" dengan manusia, yakni dengan menganugerahkan kehendak bebas untuk mengasihi, bukan untuk berbuat dosa! Jarak yang dibangun menuntut resiko ditolak

Selasa, 05 Oktober 2010

Sahabat Ketiga

oleh Blasius Full pada 08 Januari 2010 jam 11:38

"Dalam hidup kita harus saling memegang amanah,
berlaku benar dan tidak mengelak tanggung jawab."

Dua orang sahabat bak pinang dibelah dua,
tak terpisahkan!
Mereka berkawan sejak kecil dan saling
menaruh percaya.
Seorang adalah pedagang, dan seorang lain
bendahara kerajaan.
Namun, pergolakan politik membuat kerajaan pecah.
Disintegrasi membuat kedua sahabat itu terpisah
di dua negeri yang berbeda.
Setelah dua tahun lewat, si pedagang ingin
mengunjungi sahabatnya.
Lalu ia pergi ke negeri seberang, tempat
sahabatnya menetap.

Ketika si pedagang tengah berjalan-jalan di tengah
kota, raja segera diberi tahu,
"Raja ada seorang mata-mata lalu-lalang di
negeri kita!"
Tampak sigap, sang raja memerintahkan menangkap si pedagang.
"Hai, kamu mata-mata, apa yang kamu cari di negeriku?" raja mulai mengintrogasi si pedagang.
"Hamba hanya pedagang yang ingin mengunjungi seorang sahabat di negeri ini," jelas si pedagang.
Alasan itu diacuhkan dan kecurigaan sang raja jauh lebih berkuasa.

Dalam persidangan yang serba kilat, hukuman mati dijatuhkan!
Lalu di pedagang sujud menyembah sang raja,
"Perkenankan hamba kembali ke negeri hamba terlebih dahulu.
Hamba harus menyerahkan semua investasi hamba
kepada anak dan istri, jika tidak, mereka akan
terlantar dan hidup dalam kesengsaraan. Setelah itu
hamba akan kembali untuk menjalani hukuman mati!"

"Gila! Apa aku ini raja bodoh? Mana ada tawanan
dilepaskan, dan mau kembali untuk mencari mati?"
sahut sang raja. "Ya mulia, hamba punya seorang sahabat di negeri ini,
dia belahan jiwa saya. Dia pasti mau menjadi jaminan bagi hamba!" usul si pedagang.

Lalu menghadaplah si bendahara kerajaan kepada raja!
"Benarkah terpidana ini karibmu?" tanya raja.
"Benar, paduka. Dan hamba bersedia menjadi jaminan
baginya. Bagi hamba ini sebuah amanah.
Bahagia rasanya melihat sahabat hamba pergi menempuh
risiko untuk mencari hamba, dan kini hamba rela
menawarkan hidup ini untuknya!" si bendahara mencoba
meyakinkan sang raja.
"Ingat! Jika dia tidak kembali dalam waktu tiga puluh
hari, kepalamu yang aku pancung!" tegas sang raja!
Sahabat itu mengangguk setuju.
Saat akhir batas waktu yang disepakati, raja menanti
si pedagang hingga sore hari.

Si pedagang tak kunjung datang.
Segera setelah matahari terbenam raja memerintahkan
tawanan segera dipancung!
Sementara leher si bendahara sudah di bawah eksekusi
pancungan, tiba-tiba seseorang berteriak,
"Raja, raja, hamba datang! Jangan pancung sahabat hamba!"
Si pedagang menarik tubuh sahabatnya, dan merebahkan
dirinya di bawah kapak pancungan!
"Sekarang aku telah siap untuk menjalani hukumanku!"
katanya seraya menatap tajam sahabatnya,
"terima kasih karena engkau mempercayaiku!"

Si bendahara tak ingin bergeser dari pancungan!
"Tidak! Aku sudah siap mati untukmu! Engkau telah
mengamanahkan kepadaku, dan sesungguhnya jika engkau
tak ke negeri ini mencariku, tak akan ada masalah ini, jadi...!"
Perdebatan di bawah eksekusi pancungan itu
berlangsung sengit, dan membuat raja amat terperangah.

Ia belum pernah melihat persahabatan seperti ini.
"Diam, diamlah! Kalian aku bebaskan! Kalian tidak
perlu mati. Persahabatan kalian yang mendalam itu
adalah permata yang mahal," seru raja,
"dan aku mohon kepada kalian, izinkan aku menjadi
sahabat ketiga kalian..."
Raja menjadi sahabat ketiga dan mereka belajar
sebuah hikmat, bahwa dalam hidup kita harus saling
memegang amanah, berlaku benar dan tidak mengelak
tanggung jawab, termasuk dalam mengisi persahabatan.

sent by haryono99@gmail.com

Tidak ada komentar: